Essai Anti Korupsi-[Ksatria Tanpa Korupsi]
Bilamana petang telah disambut senja atau bilamana senja telah selangkah berlalu, saya duduk dalam lamunan yang panjang.Dalam setiap lamunan itu terlintas lagi dalam benak saya tentang bangsa yang besar ini.Bangsa yang disatukan dalam nilai-nilai pancasila berbalut bhineka tunggal ika.
Sudah belasan tahun nyawa di kandung badan.Sudah banyak pula mata ini melihat lika-liku dunia.Bila saya memandang lagi kejadian yang telah lalu, banyak sekali sesal dihati saya.Sesal yang sebenarnya hanyalah buah dari pemikiran saya sendiri, sebab bangsa yang besar ini terkadang seperti bola yang dimainkan oleh bangsa-bangsa yang maju untuk mencapai tujuan mereka.
Dalam setiap kesendirian seringkali diri ini mengkhayalkan hal yang jauh-jauh, sungguh besar rupanya cita-cita dari bangsa ini.Tetapi pada setiap cita-cita itu muncul bermacam bertanyaan, sudahkah sama besar pemikirin pemuda bangsa dengan yang dicita-citakan?Sebab pertanyaan itu muncul ialah karena seringkali mata ini melihat diberbagai media terpampang dengan jelas deretan koruptor yang silih berganti berada di panggung teratas.
Dari sisi sudut pandang paling bodoh sekalipun, agaknya tidak ada satu kampuspun yang mengajarkan mahasiswanya untuk melakukan korupsi.Lantas mengapa gelar koruptor terus saja menghampiri penyandang-penyandang baru?Sudah sepatutnya kita berkaca.Bara tidak akan ada bila kayu tidak dibakar oleh api.Ya, demikianlah analogi yang cocok untuk menggambar sebab dan akibat yang saling berhubungan.
Korupsi sendiri bisa terjadi karena hasrat dan nafsu yang menghampiri manusia.Padahal sudah nyata dalam pergaulan, bahwa orang-orang yang menuruti nafsu tiada tenang hidupnya.Bilamana ia sedang terbuai, itu laksana api yang membakar kayu di tungku.Dari sedikit ke sedikit api itu akan menjalar ke semua bagian kayu.Apabila kayu itu telah habis, barulah kita sadar bahwasanya api telah menjadikan kayu itu bara yang hitam.Pun begitu dengan nafsu, dari sedikit ke sedikit, ia akan menjalar.Apabila ia telah mengusai diri, habislah kebaikan di diri kita.Bilamana kebaikan itu telah habis, barulah kita insaf bahwasanya nafsu telah menjadikan kita seorang yang hina.Hina dimata Tuhan dan hina dipergaulan.Yang tersisa hanyalah sesal berkepanjangan.
Oleh sebab itulah perlu penekanan yang kuat pada diri mahasiswa bahwa mereka harus berkarakter seperti pejuang, bukan seperti penjajah.Pada pundak merekalah bangsa ini bersandar, menopang setiap harapan, dan membawakan bangsa ini kepada apa yang telah dicita-citakan.Sudah seharusnya mereka bisa menimbang dengan baik hal-hal yang berada di depan mereka.
Terkadang hati ini memberontak seperti hendak marah.Sebab cita-cita bangsa ini hanya menjadi coretan dalam buku-buku sejarah.Setiap coretannya selalu meninggalkan pertanyaan baru, kapan cita-cita itu terwujud?Selama korupsi masih merajalela, cita-cita itu akan selalu menjadi coretan yang dibaca dari generasi ke generasi kemudian hilang karena menua.
Waktu akan terus berjalan.Tetapi harapan baru akan selalu datang kepada mahasiswa berbudi tinggi, berbuat untuk negeri, dan mengharamkan korupsi.Setiap langkahnya menjadi solusi, bukan sekedar memperkaya diri sendiri.Merekalah yang menggemakan bahwa bangsa ini bersih, terbebas dari benih-benih korupsi.Hingga dunia pun menyegani bangsa yang besar ini.Pandangan mereka bukan lagi pandangan sebagai bangsa yang suka korupsi, melainkan pandangan kepada bangsa yang jujur dan berwibawa.
Sudah saatnya kita bergerak.Menyatukan visi yang berlandaskan cita-cita bangsa.Hingga akhirnya kita ksatria-ksatria muda mampu mengantarkan bangsa ini menuju cita-cita yang telah dimaksudkan.Menjadi bangsa yang hebat dan tentunya bangsa tanpa korupsi.
Dikomentari